HomeBlog

Hari ini adalah hari dimana pinjaman dari kantorku akan diberikan. Oh iya, namaku Anton. Aku adalah seorang suami yang suka melihat istrinya dijamah laki-laki lain. Ya tentunya harus dengan seijinku. Karena akupun takkan sudi sebagai suami jika istriku dinikmati laki-laki lain tanpa sepengetahuanku. Karena aku akan merasa sangat dikhianati karenanya. Soalnya aku juga jadi tidak bisa melihat bagaimana istriku membuat nafsu laki-laki lain, jadi aku tidak bisa ikut menikmatinya.

Karena hari ini adalah hari aku akan mendapat uang pinjamanku, maka aku merasa tidak sabar untuk pergi ke kantor. Akan tetapi, ada satu hal yang masih mengganjalku yaitu, aku takut bossku membatalkan pinjamannya setelah aku menemuinya. Mau bagaimanapun, bossku itu orangnya sangatlah ketat akan aturan dan semacamnya. Jika dia melihatku tampak meragukan maka dia takkan segan untuk mencabut pinjamannya itu. Karena itu hari ini aku berniat berangkat ke kantor bersama Jaka.

"Lama banget, dia lagi ngapain sih?" gerutuku yang lama menunggu Jaka.

Tapi Jaka tak kunjung datang dan waktu terus bergulir ketika aku menunggunya.

"Tch, sayang aku berangkat ya!"
"Ya!"

Aku mendengar sahutan itu dari arah belakang rumah, nampaknya istriku sedang mencuci baju saat ini.

Aku pun berangkat jalan kaki menuju ke stasiun. Aku memang terbiasa naik kereta untuk menuju ke kantorku, tapi hari ini aku hampir saja terlambat naik kereta karena kelamaan menunggu Jaka. Saat masuk ke dalam kereta aku tidak kebagian tempat duduk, jadi terpaksa aku harus berdiri saat ini.

"Oh kamu ternyata berangkat sendiri, Anton. Bukannya kamu bilang mau berangkat bareng Jaka?" tanya seseorang yang berdiri di sebelahku.
"Oh pak Tito. Tumben bapak berangkat jam segini. Biasanya bapak berangkat lebih pagi kan?"
"Ya, beberapa hari ini aku agak kurang sehat. Jadi aku sering bangun agak terlambat."
"Be-begitu ya. Tolong jaga kesehatan bapak, nanti istri bapak sedih lho kalau bapak sakit dan tidak bisa memberinya jatah malam."
"Ya, terima kasih atas perhatianmu.."

Entah kenapa aku melihat wajahnya berubah muram saat ini. Apa aku salah bicara ya?

"A-aku hanya bercanda kok pak. Tolong jangan diambil hati."
"Oh itu, tenang saja. Tidak apa-apa kok. Aku bukannya ngambek kok, aku cuma merasa kurang enak badan."
"Hmm.. bapak sudah minum obat?"
"Ya, sudah, sebelum berangkat tadi. Aku sampai kehabisan stok aspirin dirumah karena ini. Ya ampun, sepertinya aku harus membelinya ke apotik sebelum ke kantor nanti. Kepalaku rasanya ingin meledak."

Dari ekspresi beliau nampaknya beliau memang benar-benar menderita sakit kepala yang cukup parah. Aku jadi merasa kasihan. Tapi sayangnya aku pun tak bisa membantu apa-apa karena aku tak punya pengetahuan apapun masalah penyakit. Mungkin aku cuma bisa mendoakan beliau saja supaya beliau cepat sembuh.

"Semoga cepat sembuh ya pak. Kalau tidak, pasti nanti kantor sepi tanpa selera humor garing bapak."
"Kamu ini.. masih bisa ya mengejekku saat aku sakit begini. Berani juga.."
"Hahaha.. maaf-maaf. Aku cuma tak ingin kehilangan sosok senior yang telah membantuku selama ini kok."
"Woy aku masih hidup lho. Aku tak berniat untuk mati dalam waktu dekat ini, Anton sialan."
"Hahaha.. nah begitu dong. Memang harus begitu, baru pak Tito banget. Jangan berwajah muram lagi ya pak."
"Jadi kamu sengaja membuatku kesal supaya tidak muram lagi?"
"Ya, memangnya apa lagi. Lagipula suasana kantor pasti akan aneh jika melihat pak Tito muram."
"Begitu ya.. terima kasih.."
"...."

Aku senang melihat pak Tito akhirnya mau tersenyum kembali.

Setelah keluar dari stasiun tujuan kami, aku menemani pak Tito ke apotik dulu sebelum berangkat ke kantor. Beliau tampak membeli dia kotak aspirin sekaligus. Sepertinya sakit kepala beliau parah sekali ya. Selain aspirin, aku juga melihat beliau membeli minyak untuk pijat. Ya mungkin untuk memijat kepalanya yang sakit.

Sesampainya di kantor, kami langsung duduk di tempat duduk kami masing-masing. Beruntungnya kami bisa sampai sebelum jam masuk kantor. Karena itu aku benar-benar merasa lega. Karena kalau sampai terlambat, boss pasti akan langsung memanggil kami dan menegur kami habis-habisan. Dan kemungkinan terburuknya uang pinjamanku akan dibatalkan. Benar-benar mengerikan.

Kulihat Jaka masih belum datang juga. Apa dia sedang sakit ya? Kuharap tidak begitu. Karena hari ini aku ingin meminta bantuannya. Awas saja kalau dia tidak datang.

Tapi hingga lewat setengah jam dari jam masuk kantor, Jaka masih belum juga datang.

"Anton, kau dipanggil ke ruangan boss" ujar Tito padaku.
"Eh, tapi Jaka-"
"Ya aku tahu, tapi jika kamu tidak cepat-cepat dan terlalu lama membuat boss menunggu, dia bisa marah lho."
"Kuh!? Sepertinya tak ada pilihan lain ya.."

Akhirnya aku pun pergi ke ruangan boss. Ketika berada di ruangan boss, aku dicecar berbagai macam pertanyaan layaknya sedang diinterogasi lagi. Aku berusaha menahan gugupku dan menjawab setiap pertanyaan beliau dengan normal.

Setelah selesai diinterogasi, aku diijinkan keluar. Beliau berkata kalau uangnya akan diberikan ketika waktu pulang nanti.

Aku pun keluar dari ruangan neraka itu sambil menghela napas dengan lelahku. Aku merasa benar-benar lega seakan selama di dalam ruangan aku terus menahan napasku. Aku kembali ke tempat dudukku dan kembali duduk sambil menghela napas lagi.

"Sepertinya kamu berhasil ya."
"Ya, pak Tito. Syukur banget dah.."

Tak lama berselang setelah itu, Jaka datang sambil tertunduk lesu seolah punggungnya membawa tas berat.

"Selamat pagi semuanya.."

Jaga menyapa rekan-rekan kerjanya dengan nada lesu. Para rekannya termasuk aku jadi keheranan melihat Jaka yang tampak lesu meski biasanya ia selalu terlihat bersemangat.

"Oy Jaka, kenapa kamu baru datang? Darimana saja kam- Lho? Kok ada bekas tamparan di pipimu? Apa yang terjadi?" tanyaku padanya.

Tadinya aku ingin menggerutu, tapi bekas tamparan itu membuatku lebih penasaran.

"Oh i-ini.. oh iya, tadi tuh ketika aku berangkat dari rumah aku menggoda mbak-mbak, eh aku malah kena gaplok. Mana keras banget lagi hingga aku pingsan sebentar. Ya ampun.. hari ini sial banget."
"Dasar kamu ini.. kok bisa-bisanya menggoda perempuan ketika berangkat kerja? Apa kamu tidak tahu aku sudah nungguin di rumah lama banget hingga bosan."
"Itukah yang membuatmu terlambat?" tanya Tito ikut masuk dalam pembicaraan kami.
"Ya, pak Tito. Oh iya, maaf ya senior. Aku benar-benar minta maaf untuk beberapa hal."
"Beberapa hal?" sahutku bingung dengan maksud Jaka.
"Tapi bagaimana? Apa urusan dengan boss nya lancar?"
"Ya, terima kasih pada mentalku yang cukup kuat."
"Oohh.. kalau begitu aku senang mendengarnya" sahut Jaka sambil tersenyum.

Aku merasa sedikit terganggu dengan senyum Jaka yang sedikit aneh saat itu. Aku merasa kalau dia seakan sedikit mengejekku. Ya mungkin itu hanya perasaanku saja.

Seharian bekerja di kantor membuatku lelah. Tapi rasa lelah itu seakan terbayarkan dengan uang di tanganku saat ini. Amplop coklat itu berisi uang pinjamanku yang selama ini aku nanti-nantikan.

"Akhirnya aku bisa bulan madu ke bali. Dan aku mulai bisa menjalankan rencanaku ketika disana nanti. Hehehe.. kuharap istriku tidak keberatan.." gumamku sambil menatap amplop coklat yang tebal itu.

Aku pun jadi makin semangat mengerjakan pekerajaan terakhirku hari ini.

"Anton, maaf mengganggu sebentar" sapa Tito padaku.
"Ya, ada apa?" sahutku.
"Aku ingin meminta bantuanmu boleh?"
"Minta bantuan apa memangnya?"
"Tolong antarkan minyak ini ke rumahku."
"Hah? Ta-tapi kan aku-"
"Sudahlah antarkan saja. Aku tidak bisa mengantarkannya karena aku ada kerjaan lembur hari ini."
"Be-begitu ya. Tapi bagaimana dong, aku harus segera pulang hari ini. Sangat berbahaya membawa uang ini bulak-balik dalam kereta. Lagipula jarak rumah pak Tito beda satu stasiun denganku kan."
"Ya, itu maaf banget. Tapi situasinya darurat saat ini."
"Darurat!?"

Entah kenapa kulihat Tito murung lagi saat ini.

"Ah senior, kalau begitu aku ada ide!" ucap Jaka ikut nimbrung dalam pembicaraan kami.
"Ide apa tuh?" sahutku.
"Bagaimana kalau aku saja yang mengantarkan uang senior ke rumah senior? Rumah kita kan searah, jadi senior tak perlu khawatir. Senior bisa tenang mengantarkan titipan pak Tito itu."
"Kalau begitu kenapa tidak kamu saja yang mengantarkan titipan pak Tito ini? Kamu kan punya mobil, jadi kamu bisa lebih mudah kesana."
"Iya sih, tapi kan yang dititipi oleh pak Tito itu senior, bukan aku. Jadi.. bukankah kurang sopan untuk melimpahkan amanat pada orang lain? Iya kan, pak?"

Pak Tito tampak mengangguk membenarkannya.

"Be-begitu ya. Ah.. baiklah. Kalau begitu, ini! Awas jangan sampai kau ambil ya isinya! Kalau sampai uangnya ada yang hilang aku akan langsung lapor polisi."
"Nyantai aja, senior. Aku tak tertarik dengan uangnya kok."
"Oh baguslah kalau begitu."

Walau aku merasa ada yang salah dengan ucapannya, aku mencoba tak memikirkannya. Karena yang kupikirkan saat ini adalah melihat ekspresi istriku yang bahagia ketika ia mengetahui kalau minggu depan kita benar-benar jadi untuk bulan madu ke Bali.

Aku menyelesaikan pekerjaan terakhirku dengan cepat. Lagipula saat ini aku benar-benar sedang semangat. Aku pun kemudian langsung pamitan pada rekan-rekan kerjaku dan bergegas pergi ke rumah pak Tito karena aku tak mau membuang waktu.

Setelah perjalanan yang cukup panjang menggunakan kereta dan ojek, akhirnya aku sampai di depan rumah pak Tito. Sudah lama sejak aku pertama kali berkunjung kemari untuk silaturahmi. Saat ini rumah itu sudah jauh lebih besar dari sebelumnya. Aku jadi ingat, saat pertama kali aku kemari, istri pak Tito benar-benar kurus dan tak menarik bagiku. Karena untukku, perempuan itu mestinya montok. Tapi jangan terlalu gemuk juga sih, karena malah akan terasa tak sedap dipandang bagiku.

Tapi saat ini bukan saatnya untuk itu. Aku mencoba fokus pada tujuanku yaitu mengantarkan titipan pak Tito ini dengan cepat. Aku langsung menekan bel tanpa ragu.

"Sebentar!" terdengar sahutan dari dalam rumah.

Pintu pun terbuka dan menunjukan wujud orang yang menyahut dari dalam rumah itu sebelumnya. Yaitu seorang perempuan paruh baya yang berbadan montok berdada besar yang berpakaian seksi. Aku menelan ludahku ketika melihatnya. Pasalnya dia memakai gaun tipis nan ketat berwarna belang hitam putih dengan kerah lebar hingga menunjukkan dadanya yang montok dengan belahan yang rapat tertekan.

"Oh itu kamu ya, Anton. Lama tak berjumpa ya.." sapanya dengan begitu ramah.
"Y-ya.. lama tak berjumpa.." sahutku dengan canggung.

Kuharap ia tidak sadar kalau sebelumnya aku melihati dadanya terus. Payudaranya memang tampak lebih besar dari punya istriku. Tapi itu wajar, karena memang tubuhnya pun lebih montok dari istriku.

"Ada apa? Daritadi kamu lihatin mbak terus?"

Dia menyadarinya?

"M-mbak agak beda ya sekarang? Aku sampai hampir tidak mengenali mbak sekarang."
"Jangan bilang maksudmu aku terlihat lebih tua?"
"Ti-tidak kok. Mbak tetap awet muda seperti dulu. Hanya saja.."
"Hanya saja?"

Mataku kembali bergulir ke arah dadanya. Begitu montok dan terlihat sangat empuk. Aku jadi geregetan ingin meremasnya saat ini.

"Sudah jangan berdiri saja disana, ayo silakan masuk!"
"Y-ya.."

Aku menjawab secara reflek. Aku baru sadar kalau aku sedang buru-buru saat ini, tapi aku sudah terlanjur menerima tawarannya untuk masuk. Jadi akan aneh jika aku tiba-tiba menolaknya. Aku pun masuk ke dalam rumah pak Tito.

"Silakan duduk. Mbak akan membuatkan kopi."

Aku duduk di sofa ruang tamu yang terasa lebih empuk dari sofa di rumahku itu.

Tapi aku benar-benar terkejut istri pak Tito benar-benar berbeda sekarang. Mbak Lastri, dia benar-benar bertransformasi menjadi bidadari semok alias seksi montok. Sepertinya perubahan ekonomi keluarga memang sangat berpengaruh pada bentuk tubuhnya. Ya memang jika dibandingkan dengan di masa lalu, sekarang ekonomi mereka jadi lebih baik. Setelah pak Tito naik jabatan, tentu saja pendapatan keluarga mereka juga naik. Berbeda sekali denganku yang sejak pertama kali bekerja disana belum pernah naik jabatan sekalipun. Padahal Jaka saja yang baru bekerja selama 1 tahun sudah langsung naik ke jabatan yang lebih tinggi dariku dan pak Tito yang masuk lebih dulu.

Entah kenapa aku jadi mengeluh dalam hatiku. Ya itu memang tak bisa dipungkiri sih, kemampuan dan bakat kami memang sangat berbeda.

Melamunkan hal itu aku sampai tak sadar mbak Lastri sudah berada di hadapanku lagi dan tampak ia sedang menyuguhkan segelas kopi kepadaku. Tapi mataku sama sekali tak tertuju ke arah kopi, melainkan ke arah payudara besar yang menggantung diatas kopi itu.

"Mau pakai susu?" tanyanya.

Aku langsung tersentak karena kaget.

"Ah ti-tidak perlu" jawabku dengan canggung.
"Begitu ya."

Mbak Lastri kemudian mengitari meja lalu duduk di sebelahku. Tubuh mbak Lastri lebih pendek dariku, jadi dari tempatku duduk saat ini aku bisa melihat jelas pemandangan indah kulit mulus payudara mbak Lastri. Tanpa sadar mataku terus tertuju pada payudara montok itu dan mengabaikan kopi yang telah dibuatkan oleh mbak Lastri.


"Oh ya, kamu kemari ada urusan apa ya?" tanyanya mengejutkanku.
"A-ah.. benar juga. Aku diminta untuk mengantarkan ini."

Aku pun meletakan titipan pak Tito itu diatas meja.

"Oh sudah saatnya ya."
"Sudah saatnya?"

Aku bingung apa yang dia maksud.

"Kalau begitu sebentar ya.." pamitnya.
"Y-ya.." sahutku benar-benar bingung.

Mbak Lastri pergi menuju ke kamarnya. Ketika berjalan aku langsung melihat ke arah pantat montoknya yang tampak bergoyang-goyang ketika ia berjalan. Karena gaun ketatnya, aku jadi bisa melihat bentuk pantat seksi itu dengan jelas meski dari luar saja. Aku jadi terbayang bagaimana rasanya meremas dan menepuk pantat montok itu. Pak Tito pasti sangat puas memiliki istri seperti mbak Lastri.

Usia mbak Lastri memang jauh melebihiku, mungkin sekitar beda 10 tahun dariku. Tapi dari yang kulihat sekarang, ia tidak terlihat sejauh itu umurnya dariku. Serasa dia hanya terpaut satu atau dua tahun saja.

Aku menyeruput kopiku ketika memikirkan hal itu.

"Anton, kemarilah. Dan tolong bawa minyak itu juga kemari."

Aku terkejut dan langsung menyemburkan kopiku karena mbak Lastri tiba-tiba saja memanggilku dari dalam kamarnya. Yang lebih membuatku terkejut lagi adalah dia sekarang memintaku masuk ke kamarnya sambil membawakan benda yang dititipkan oleh pak Tito itu. Ya sepertinya memang mbak Lastri lupa meninggalkannya di sana, jadi aku mungkin aku memang harus mengantarkannya.

"Baik, mbak!" sahutku sambil mengambil benda yang kuletakan di atas meja sebelumnya.

Aku berjalan menuju ke kamarnya dengan jantung berdegup kencang. Mau bagaimana lagi kan, aku sangat gugup masuk ke kamar istri seseorang yang suaminya sedang tak ada di rumah. Dengan perlahan aku membuka pintu kamar itu.

"Permi-"

Aku tak bisa melanjutkan kata-kataku. Lidahku terhenti karena aku terkejut melihat ke dalam kamar itu saat ini. Bukan karena dekorasinya, bukan juga karena warna dindingnya, tapi aku terkejut pada sesuatu yang ada diatas tempat tidur saat ini. Walau lebih tepatnya seseorang sih.

"Kenapa malah bengong disana? Cepat kemari dan pijit mbak!" bentaknya.
"A-apa?" sahutku dengan wajah bego.
"Aahh.. apa suamiku tak menjelaskannya? Beberapa hari ini mbak sakit. Seluruh tubuh mbak rasanya pegal-pegal. Karena itu mbak minta kamu buat mijitin mbak, karena mbak tak bisa mijitin punggung mbak sendiri kan."

Itu memang masuk akal, tapi rasanya tetap aneh. Karena saat ini mbak Lastri hampir tidak berpakaian di atas ranjang itu. Ia hanya mengenakan pakaian semacam bikini yang terlihat sangat minimalis. Punggungnya yang mulut itu tersaji indah hanya tertutup sebuah tali dari bikininya. Begitu juga pantatnya yang tadi membuatku geregtan sebelumnya, kini aku bisa melihat kulit bokongnya secara langsung karena bikininya hanya menutupi lubang pantat dan memeknya saja.

"Anton? Kenapa malah bengong? Cepat pijitin mbak."
"Ba-baik."

Aku menjawabnya tanpa pikir panjang. Mungkin karena diriku pun sepertinya sudah terangsang. Itu terbukti dari otongku yang sudah mengeras. Meski biasanya sulit untuk bangun, tapi entah kenapa sekarang tiba-tiba saja bisa bangkit seolah anak yang susah bangun ketika sekolah tapi bisa bangun sendiri lebih pagi pula ketika libur.

Aku menghampiri mbak Lastri dan duduk di sampingnya yang sedang tidur bertelungkup.

"Kenapa duduk disana? Duduk saja diatas mbak."
"Hah? Ta-tapi.."
"Kamu kan mau memijat punggung mbak, pasti kamu akan sulit memijatnya jika dari sana. Jadi biar lebih gampang duduk saja di atas paha mbak."

Aku langsung menelan ludahku ketika mendengarnya.

"Oh ya sebelumnya buka dulu celanamu."
"Buka celana!?"
"Ya, rasanya tidak nyaman kalau pahaku tergencet celanamu. Kamu pakai kolor kan? Jadi tak perlu khawatir."
"I-iya sih.."

Aku mulai membuka celanaku dan menyisakan kolorku saja yang melindungi bagian paling pribadiku. Aku naik ke atas ranjang dan kemudian duduk di atas paha mbak Lastri yang montok. Mbak terlihat tidak merasa keberatan dengan hal itu, dalam dua artian tentunya.

Aku pun menelan ludahku lagi saat ini. Soalnya dari posisiku duduk, ada pantatnya yang begitu sekel dan menggiurkan. Dan itu berada tepat di depan bagian selangkanganku. Sehingga aku bisa merasakan keempukannya dengan selangkanganku secara tak langsung.

"Kenapa malah diam, ayo cepat pijitin punggung mbak!" pintanya.
"Ba-baik!"

Aku kemudian melumurkan minyak ke punggungnya, kemudian aku mulai mengusapkannya supaya minyak itu menyebar ke seluruh bagian permukaan punggungnya hingga seluruh bagian punggung hingga kebagian pinggangnya terlihat mengkilap oleh minyak. Setelah itu aku mulai memijatnya dengan perlahan. Aku melakukannya dengan hati-hati dan fokus. Supaya aku tidak secara tak sadar mengelusi punggungnya karena saat ini punggung itu tampak begitu menggiurkan bagi siapapun laki-laki yang melihatnya.

"Ach~ pijatanmu mantap banget~" desahnya terlihat keenakan.

Mendengar desahannya membuatku rasanya tidak tahan ingin mencoba mengentotnya, aku ingin tahu bagaimana dia akan mendesah saat aku melakukannya.

"Ach~ Anton kamu jago mijit juga ya. Sekarang tolong pijit juga pantat mbak dong~"

Rasanya jantungku berhenti berdetak ketika mendengarnya.

"Kamu kebanyakan bengong ah!" gerutunya kemudian memindahkan kedua tanganku ke pantatnya dengan tangannya sendiri.

Tangaku yang tadi berada di bagian pinggangnya kini langsung berpindah ke pantatnya, tepat di dua buah pantat yang ranum itu. Dan tanpa sadar tanganku langsung meremas pantat itu dengan kuat secara reflek.

"Ach! Nah gitu, terus~"

Mbak Lastri malah tampak menikmatinya. Aku pun meneruskannya, aku meremas dan kadang menekan pantat itu hingga dapat kurasakan membentur tulang di dalamnya.

"Sshh.. mbak suka banget pijitan kamu, Anton~"

Terus aku menekan bongkahan pantatnya ke atas, ke arah bagian pinggangnya sambil ku tarik bagian bawah pantatnya dengan kedua ibu jariku. Aku bisa melihat kalau saat ini bibir memeknya tertarik keluar dari bikininya sehingga aku bisa melihatnya dengan jelas kalau saat itu memeknya basah. Aku juga langsung bisa mencium aroma unik yang biasa dikeluarkan oleh memek sekarang.

Kontolku langsung ngaceng sekeras batu ketika merasakan sensasi itu.

Tetapi entah kenapa tiba-tiba, mbak Lastri langsung sunyi. Aku tak mendengar suara ocehan mbak Lastri lagi setelah itu.

"Mbak?" panggilku.

Tapi aku tak mendapat jawaban. Jadi aku memutuskan untuk melihat wajahnya.

"Dia ketiduran ya? Apa pijatanku memang seenak itu?"

Aku pun melepaskan remasanku pada bokong montoknya yang jadi mengkilap karena minyak yang melumuri tanganku.

Dalam hatiku seolah berkata, "Ini kesempatan!" atau semacamnya. Sehingga aku pun tanpa ragu langsung meraih kontolku yang sudah ngaceng lalu mengeluarkannya dari dalam kolorku. Aku sedikit menurunkan kolorku biar lebih mudah mengeluarkan kontolku. Lalu setelah berhasil mengeluarkannya aku pun menyodorkannya ke arah pantat yang sudah mengkilap sama seperti kepala kontolku yang sudah begitu kencang.

Aku beberapa kali menelan ludah, karena saat ini aku sedang melakukan hal yang benar-benar tabu. Aku menaruh kontolku di atas belahan pantat istri orang lain yang sedang tertidur. Jantungku berdegup semakin cepat. Aku tidak tahan lagi.

"Lagipula dia sedang tidur ini" pikirku.

Aku langsung mengambil botol minyak dan langsung menuangkannya ke atas kontolku dan jatuh ke belahan pantatnya. Minyak itu mengalir melalui belahan pantatnya dan mulai membasahi memeknya juga. Setelah itu aku buru-buru mengusap minyak di belahan pantatnya itu dengan kontolku, dari bagian atas hingga ke memeknya aku usap dengan kepala kontolku yang sudah keras. Hingga kepala kontolku berubah menjadi agak kemerahan dan berlumur minyak.

Tidak berhenti di situ, aku kembali meletakan kontolku di belahan pantatnya, kemudian menghimpitnya dengan pantat montok itu. Terus aku memaju mundurkan kontolku seolah sedang mengentot belahan pantatnya saat ini.

"Akh~ ugh~ mantap~"

Aku bisa menjepit kontolku hingga hanya bagian kepalanya saja yang terlihat. Itu karena pantat mbak Lastri yang begitu montok.

Semakin lama semakin kupercepat genjotanku. Sensasinya benar-benar luar biasa. Apalagi kulihat bagian pantat yang tergesek kontolku tampak mulai memerah. Aku jadi makin terangsang karenanya. Hingga kurasakan spermaku sudah mulai menekan keluar.

"Aahh~"

Aku pun memuncratkan spermaku ke punggung mbak Lastri. Sperma yang keluar begitu banyak itu kini bergenang di bagian cekung punggungnya.

"Anton? Kamu sedang apa?"

Aku langsung tersentak mendengarnya. Ini benar-benar gawat. Aku merasa seperti dunia telah berhenti berputar. Masalahnya saat ini kontolku berada di atas pantatnya yang sedang kujepitkan dan spermaku menggenang di punggungnya.

"Benda apa yang sedang kamu jepit ke pantatku?"

Aku tak bisa menjawabnya. Aku bingung harus menjawab apa. Aku mencoba berpikir tapi tak ada satupun ide yang masuk akal.

"Oh mungkinkah itu alat pijat yang kamu bawa?"
"Y-ya begitulah.."
"Kamu perhatian banget ya. Tapi kok rasanya hangat ya?"
"Oh itu karena ini adalah alat pemijat canggih model terbaru. Jika mbak melihatnya pasti mbak terkejut."
"Begitu ya.."

Aku merasa lega dia mempercayainya.

"Terus ini apa rasanya kok ada yang hangat-hangat di punggung mbak?"
"I-itu.. itu.. ah iya, aku menuangkan lagi minyak ke punggung mbak. Maaf membuat mbak kaget."

Alasan macam apa itu? Tapi mau bagaimana lagi, otakku sedang tak bisa berpikir jernih sekarang.

"Terus kok didiemin aja? Cepat olesin juga dong."
"Hah?"

Aku kaget mendengar ia memerintahkan hal itu. Tapi aku tak bisa menolaknya, karena jika aku menolak pasti dia akan curiga. Aku pun langsung mengusapkan spermaku itu ke seluruh permukaan punggungnya. Melihat bagaimana sperma yang dikeluarkan kontolku itu sebelumnya kini melumuri seluruh bagian punggung mbak Lastri, aku kembali terangsang. Kontolku kembali tegang.

"Sudah selesai?" tanyanya.
"Y-ya" sahutku.
"Kalau begitu.."

Mbak Lastri bangkit dan membalikan tubuhnya. Aku kaget dan langsung buru-buru menaikan kolorku. Tapi karena terburu-buru, hanya sebagian kontolku saja yang tertutup. Sementara bagian atas kontolku yang ngaceng ke atas tak tertutuk dan terjepit.

"..sekarang coba pijat bagian depan mbak."

Kini mbak Lastri berbaring terlentang menghadapku. Kakinya tampak di regangkan sehingga aku bisa melihat jelas memeknya yang masih terbungkus bikini itu.

"Lagi-lagi bengong gitu, nanti kesambet lho."
"Ma-maaf!"
"Cepat kemari dan pijit mbak!"

Aku benar-benar bingung. Dalam benakku aku berpikir apa dia tidak menyadari separuh kontolku yang keluar dari kolorku? Tapi dia terlihat tak terganggu sama sekali jadi mungkin dia memang benar-benar tak menyadarinya.

"Tapi mbak, apa mbak tidak apa-apa berpose seperti itu?"
"Tenang saja, mbak kan pakai bikini. Jadi kamu gak bisa lihat memek mbak. Lagipula jika mbak meluruskan kaki mbak, kamu jadi kesulitan buat mijitin mbak kan."
"Iya sih, tapi.."
"Kamu ini banyak tapi-tapian ya. Sudah cepat mendekat kemari!"

Mbak Lastri menarik tubuhku mendekat dengan kakinya. Dan kini aku seakan terkunci oleh kaki yang melingkar di punggungku. Aku juga dapat merasakan batang kontol di dalam kolorku membentur memeknya yang tertutup bikini. Kini kepala kontolku menempel ke bikininya.

"Cepat pijitin mbak!"

Dia menarik kedua tanganku dan menempelkannya ke bagian tubuh yang ia ingin untuk aku pijat. Dia menatapku dengan tajam seolah sedang memaksaku untuk memijatnya. Sepertinya dia tak sadar kalau bagian yang tersentuh oleh telapak tanganku saat ini adalah bagian bawah buah dadanya. Hampir separuhnya pula. Sehingga jika aku menggerakan jari tanganku membentuk capit kepiting, maka itu pasti sudah terhitung meremas payudara yang memang super montok itu.

"Mbak mau tidur lagi, soalnya masih ngantuk karena baru tidur sebentar tadi."

Ia kembali memejamkan matanya dan menutup mukanya dangan kain.

Aku kembali dibuat menelan ludahku sendiri karena saat ini tanganku sedang menggenggam lingkar bawah payudaranya. Atasan bikininya terlihat begitu kecil seolah memang hanya dimaksudkan untuk menutup puting payudaranya saja.

Aku tak membuang waktu, aku langsung menuangkan minyak ke tubuhnya dimulai dari leher hingga ke memeknya. Aku sampai menghabiskan separuh botol dan hanya tersisa seperempat botol saja. Kemudian aku mulai mengoleskannya ke seluruh bagian tubuhnya dengan kedua tanganku.

Setelah seluruhnya terselimuti oleh minyak, aku mulai mengarahkan kedua tanganku ke arah payudaranya. Sejak datang ke rumah ini kedua benda besar nan empuk itu memang sudah membuatku penasaran. Apalagi ketika aku ingat benda ini menggantung diatas kopi yang ia suguhkan padaku. Membuatku semakin ingin buat meremasnya.

Aku mulai meremas dan menggoyangkannya ke segara arah dengan menekankan tanganku. Benar-benar menakjubkan betapa lembut dan kenyalnya payudara mbak Lastri.

Memainkan payudara super mantap itu membuat kontolku kembali tegang. Kontolku memanjang menggesek bawahan bikini mbak Lastri yang kini basah oleh minyak. Rasanya jadi begitu licin dan terasa enak di kulit penisku. Karena penasaran aku pun beralih ke bagian bawah tubuh mbak Lastri yang cuma berbungkus kancut bikini yang tipis dan basah oleh minyak. Melihatnya saja akan membuat laki-laki manapun tidak akan tahan untuk langsung menyentuhnya tanpa berpikir panjang. Menyentuhnya tepat di bagian clitorist nya dan mengelusnya dari luar bikini tipis itu dengan lembut.

Aku memundurkan pantatku supaya aku bisa lebih leluasa memainkan memek sudah sudah basah oleh minyak itu dengan tanganku. Ketika melihatnya sedekat itu aku jadi sadar kalau ternyata dari sudut ini aku bisa melihat bentuk memek nya yang nyeplak. Apalagi bagian clitorist nya yang jelas menonjol seakan sedang ereksi.

Aku mengelus memek menggiurkan itu dengan tanganku dari luar bikininya. Walau itu lebih terlihat seperti aku menggosokan bikininya ke bibir memeknya sih. Tapi karena minyak dan memang kain bikininya yang tipis, aku jadi bisa merasakan dengan jelas bentuk memeknya di jari jemariku. Aku jadi makin terangsang saja dan kontolku jadi makin ngaceng karenanya.

Merasa gregetan, aku tanpa sadar sudah menurunkan kolorku hingga ke lutut lalu melepasnya begitu saja dan melemparkannya ke arah pintu. Aku sudah tak bisa berpikir jernih lagi saat itu. Karena yang kuinginkan saat ini adalah menghujamkan kontolku ke dalam memek yang tampak lezat itu. Tapi sebelumnya aku ingin menikmati permukaan bibir memeknya dulu. Jadi aku tak langsung memasukannya dan menggosok-gosokan kepala kontolku terlebih dulu pada bibir memeknya dari luar bikininya. Rasanya benar-benar menakjubkan. Aku memang merasakan bagaimana empuknya permukaan memek tembem itu dengan tanganku sebelumnya, tapi merasakannya menggunakan kontolku memberikan sensasi yang berbeda.

Setelah puas dengan itu, aku mulai menyingkirkan bikininya ke samping dan terpampanglah bentuk asli memek tembemnya yang sejak tadi tertutup bikini. Walau aku pernah melihat sedikit bagian bibirnya ketika aku mbak Lastri telungkup sebelumnya, tapi melihat keseluruhan bagian memeknya tetap saja membuatku menelan ludah karena saking menakjubkannya.

"Ma-maaf mbak.. aku tidak tahan.. tenang saja aku gak akan keluar di dalam kok.."

Setelah itu aku langsung saja menusukan kontolku ke dalam memeknya dalam-dalam.

Blesss!

Kontolku langsung masuk sedalam-dalamnya membuat tubuhku terasa begitu lega dan ringan seakan tengah melayang. Memek mbak Lastri terasa begitu lembut bagian dalamnya. Jepitannya memang tak begitu terasa ke kontolku, tapi mungkin itu karena memang daging memek mbak Lastri yang terlalu lembut untuk menjepit. Tapi rasanya sangat hangat di kontolku dan sangat basah.

"Mantap banget.. rasanya beda banget dengan istriku. Walau tak terasa sempit, tapi tetap nikmat dan hangat."

Aku terus melontarkan pujian pada memek mbak Lastri tanpa sadar kalau aku mengatakannya dengan keras.

"Apanya yang nikmat dan hangat, Anton?"

Seketika jantungku berhenti berdetak. Seakan aku terkena serangan jantung, rasa terkejutku itu membuatku benar-benar nyeri di dada. Dan itu wajar, karena saat ini aku pasti akan mati dibunuh mbak Lastri karena telah mengambil kesempatan dalam kesempitan, dalam dua artian tentunya.

Aku mencoba dengan perlahan menggulirkan mataku untuk melihat ke arah wajah mbak Lastri sambil berharap dia tidak melihatku saat ini. Tapi ternyata harapanku mengkhianatiku. Karena saat ini dia benar-benar melihat ke arahku dan sudah mengangkat kain yang menutup matanya.

"Kok malah bengong?"
"Ah iya, ini.. maksudku minyaknya. Minyaknya nikmat dan hangat sekali untuk digunakan memijat."
"Oh ya udah lanjutin lagi gih. Pijatanmu enak banget soalnya tadi. Bagaimana sih kok bisa seenak ini pijatanmu?"

Dia tidak menyadarinya?

"Rasanya perut mbak jadi kerasa enak banget" lanjutnya.
"Oh itu.. itu.."

Aku bingung harus menjawab apa! Tapi sepertinya dia tidak sadar dengan apa yang kulakukan padanya. Walau kontolku saat ini masih berada di dalam memeknya dan sedang keras-kerasnya sih. Dan itu sangat mengherankan.

"Tolong pijatin bagian atasnya juga dong, masa cuma perut mbak aja yang kerasa enak. Mbak pengen dada mbak juga merasakan hal yang sama" pintanya padaku.
"D-dada!? Mbak yakin pengen dada mbak juga dipijat? Tapi bukankah itu.."
"Tidak apa-apa kok. Kan dipijat ini, bukan di remes. Jadi gak dihitung kegiatan seksual kan?"

Itu masuk akal sih, tapi tetap saja agak aneh. Namun walau begitu sisi lain diriku malah girang dan makin terangsang.

"Ah kamu kebanyakan bengong!"

Mbak Lastri lagi-lagi memindahkan tanganku ke arah dadanya. Dan kali ini benar-benar ke atas buah dadanya dan bukan di bagian bawahnya lagi. Aku sedikit takut dan ragu, dan kucoba melihat ke arah mbak Lastri untuk memastikan dia marah atau tidak. Tapi mengejutkannya dia tidak tampak marah sama sekali. Dia malah tersenyum padaku.

Merasa mendapat lampu hijau, aku pun mulai memijat payudara montoknya dengan lembut. Dengan gerakan menekan, menodorong, memutarnya ke segala arah dan kadang meremasnya sambil sedikit menariknya ke atas. Kurasakan sangat kenyal dan empuk, dan tak terbayangkan sebelumnya aku bisa diijinkan memainkan payudara itu dengan sesuka hati.

"Kalau BH bikini mbak ngehalangin, buka saja."
"Hah?"

Aku kembali dibuat syok oleh perkataan mbak Lastri.

"Mbak tidak keberatan? Tapi nanti puting mbak kelihatan dong olehku!"
"Tidak apa-apa. Cuma puting ini kan. Lagipula kalau oleh kamu, mbak tidak keberatan kok. Ach~"

Dia tiba-tiba mendesah? Apa dia mulai merasakan kontolku? Ya memang kontolku jadi makin ngaceng dan membesar sih di dalam memeknya akibat perkataannya tadi.

"Baiklah jika mbak tidak keberatan."

Sudah terlanjur ini, sikat saja sekalian.

Aku tak membuang waktu lagi dan langsung membuka BH bikini mbak Lastri dan membuangnya ke sudut ruangan. Karena aku sudah begitu tak sabar ingin cepat-cepat melihat puting mbak Lastri seperti seorang bayi yang kelaparan. Seperti sebuah hidangan yang nikmat, dua buah dada montok mbak Lastri tersaji di depan mataku begitu menggiurkan. Apalagi kali ini aku bisa melihat putingnya dengan bebas, puting yang tampak tegak berdiri dan berwarna gelap itu tampak lebih besar dari punya istriku. Tapi mungkin memang seperti itulah bentuk puting perempuan yang sudah memiliki anak.


Setelah beberapa saat aku terkagum oleh putingnya, akhirnya aku kembali ke tugasku untuk memijatnya. Aku mulai meremas-remas payudara montok itu sambil melihat bagaimana puting itu terangkat naik karena remasanku pada payudaranya dari samping. Terlihat begitu seksi. Sangat seksi hingga tanpa sadar aku seketika langsung melahap puting itu dan menghisapnya bergantian.

"Sshh.. ya ampun Anton ini.. kamu kayak bayi aja."

Tapi aku tak peduli meski disebut bayi saat ini. Karena aku sedang sangat lapar oleh puting mbak Lastri. Hingga aku secara tak sadar mulai menggerakan pantatku turun naik. Pasti secara insting aku memang sangat ingin mengentoti mbak Lastri yang memang sudah sejak awal membuat sisi laki-lakiku ingin menyetubuhinya dan menghamilinya.

"Aachh~ Anton~"

Aku mulai mempercepat gerakan pantatku sambil terus meremas dan memijat payudara mbak Lastri dan menghisap kedua putingnya bergantian. Memeknya terasa begitu lembut dan licin sekali. Tapi rasanya sangat nikmat, apalagi ketika kulit selangkanganku berhantaman dengan bagian tembem di sekitar mulut memeknya. Aku merasa semakin terbang oleh kenikmatan. Hingga aku lupa sudah berapa lama aku menggenjot memek tembem menakjubkan itu hingga tubuhku di penuhi peluh.

Aku sudah tidak menghisap putingnya, dan fokus ke genjotanku yang semakin terasa nikmat. Sambil tanganku tetap meremas payudaranya seakan sedang berpegangan pada dua gunung kembar empuk itu, aku terus menggoyangkan pantatku maju mundur dengan cepat.


"Sshh~ ach~ sh, sh, sh, aach~"


Desahan mbak Lastri semakin bisa ku dengar dengan jelas. Aku baru sadar ternyata saat ini mbak Lastri melebarkan kakinya lebih lebar dan mengangkatnya tinggi-tinggi seakan mengijinkanku menusukan kontolku lebih dalam.

Merespon kodenya, aku langsung memegang kedua bagian belakang lutut mbak Lastri dan mendorongnya ke atas ranjang. Tepatnya ke samping kiri dan kanan pundak mbak Lastri hingga alhasil pantatnya terangkat naik dan aku lebih leluasa menghujamkan kontolku ke dalam memeknya. Dengan posisi itu aku merasakan kalau aku bisa menusukan kontolku lebih dalam dari sebelumnya. Suara kocokan benda becek dapat terdengar dari setiap gesekan kontolku ke memeknya. Dan aku yakin dari sudut ini juga mbak Lastri bisa melihat kontolku yang keluar masuk memeknya. Aku melihat ke arahnya untuk memastikannya, dan benar saja dia memang sedang melihat ke arah selangkangan kami yang saling beradu itu saat ini.

Jadi dia memang sadar ya kalau aku mengentot nya?

Mengetahui itu aku pun semakin semangat menggenjotnya. Aku mulai merasakan kalau ini sudah hampir batasku. Aku bisa merasakan spermaku yang seakan hendak meledak keluar.

"Mama.."

Suara panggilan itu mengagetkanku. Tentu saja mbak Lastri juga tampak terkejut karena memang saat ini kami sedang melakukan hal yang buruk dan tak boleh diketahui oleh orang lain. Kami pun langsung menoleh ke arah datangnya suara tersebut dan mendapati seorang anak laki-laki berusia sekitar 5 tahun masuk ke kamar ini sambil mengucek matanya.

Bukankah ini gawat? Yang ku tahu dia adalah anaknya mbak Lastri yang kedua. Sementara anak pertamanya saat ini sudah kuliah.

Dan yang lebih gawat lagi adalah saat ini aku sedang orgasme dan menyemprotkan spermaku di dalam memek mbak Lastri. Dan dari posisi ini, sudah pasti spermaku langsung menyemprot ke dalam rahimnya dan takkan ada satupun yang menetes keluar.

"Ada apa? Kamu ingin tidur?" tanya mbak Lastri pada anak itu.

Anak itu mengangguk sambil terus mengucek matanya dan terlihat ngantuk. Ekspresi mbak Lastri agak aneh saat ini, karena ia tersenyum sambil terlihat seperti menahan sesuatu. Ia pasti menyadarinya, kalau saat ini spermaku sedang membanjiri rahimnya.

"Ya udah tidur sini!" ajak mbak Lastri sambil menepuk-nepuk kasur di sebelah kanannya.

Ya aku tahu kalau anak seusia ini masih tidur bareng orang tuanya. Tapi bukankah ini bahaya? Saat ini aku yang bukan ayahnya, sedang ngentot ibunya lho.

Tapi sepertinya anak itu tidak peduli dan malah berlari menghampiri kami. Kemudian anak itu berbaring di sebelah mbak Lastri yang sedang aku tindih dengan posisi pantatnya tegak ke atas.

"Mama sedang apa?" tanyanya dengan polos.
"Oh ini, mama sedang di en- maksudnya dipijat sama om Anton."
"Dipijat? Dipijat kok mama sama om pada telanjang sih?"
"Soalnya lebih enak dipijat sambil telanjang. Kalau pakai baju soalnya bakal sakit."
"Oh gitu.."
"Sudah sana tidur. Nanti bangunnya kesiangan lho buat nonton kartun."
"Ah benar juga. Selamat malam mama."
"Selamat mal- ach"
"Mama kenapa?"
"Tidak kok, mama cuma merasa enak saja."
"Enak?"
"Iya, soalnya kon- maksudnya pijatan om anton makin mantap."
"Oh ya udah, selamat malam mama."
"Ssh.. selamat malam."

Anak itu pun tampak tertidur. Sementara mbak Lastri tampak melihat ke arahku sambil tersenyum. Reaksi aneh sebelumnya, sebenarnya itu disebabkan karena kontolku kembali ngaceng di dalam memeknya. Walau tadinya hampir mengkerut karena habis orgasme yang kedua kalinya, tapi karena mendengar percakapan mbak Lastri dan anaknya tadi mengejutkannya kontolku yang biasa cuma kuat maksimal 2 ronde itu kini bangkit lagi untuk ronde ketiga.

"Sepertinya kamu minta babak tambahan ya?" ucapnya sambil tersenyum menggodaku.

Aku tak bisa menjawabnya dan hanya tersipu malu.

"Kalau begitu mari kita pindah tempat. Lagipula kita berdua butuh mandi setelah ini."
"Eh, apa maksud mbak?"
"Kita lanjutkan mijatnya di kamar mandi."

Aku dibuat kembali menelan ludah oleh tawaran mbak Lastri itu. Soalnya ini akan jadi pengalaman pertamaku berhubungan intim di dalam kamar mandi. Dan itu dengan istri orang lain pula. Rasanya itu membuatku deg-degan sekaligus senang.

Kami pun segera menuju ke kamar mandi sambil sama-sama telanjang. Walau sebenarnya mbak Lastri masih mengenakan bawahan bikininya. Tapi sekarang itu sudah tak lagi menutupi memeknya karena sudah kusingkapkan ke samping. Dari belakang aku bisa melihat pantatnya yang besar itu sedikit memantul-mantul ketika ia berjalan.

Kami masuk ke kamar mandi dan mulai menyalakan shower. Mbak Lastri melepaskan bawahan bikininya dan melemparnya ke arah keranjang cucian.

"Tolong bersihkan memekku ya, Anton. Soalnya memek mbak sudah kamu kotori dengan spermamu. Aku masih bisa merasakan rahimku rasanya hangat sekali penuh oleh cairan pejuhmu" pinta mbak Lastri sambil mengangkat salah satu kakinya ke atas bak mandi dan membukakan memeknya ke arahku.

Aku pun mendekat dan bersiap untuk memasukan jari tengahku ke memeknya.

"Bukan pake tangan lah! Kalau pakai tangan kan nanti tidak sampai ke dalam. Aku pengennya pakai kontolmu yang besar dan panjang itu. Mbak pengen ngerasain kontolmu selama yang mbak bisa soalnya belum tentu nanti kita bisa melakukannya lagi kan."

Hari ini tak terhitung aku sudah menelan ludahku. Jika saja ludahku terbatas, pasti sekarang sudah kering karena semua hal yang kualami ini terus membuatku melakukannya.

Aku mendekat ke mbak Lastri dan mengarahkan kontolku ke memeknya. Kontol yang sudah tegak sejak tadi itu aku dorong masuk ke dalam memek mbak Lastri yang tembem. Mbak Lastri terdengar sedikit mendesah ketika aku menusukannya lebih dalam lagi. Ia juga mulai melingkarkan tangannya ke pundakku, sementara tanganku kugunakan untuk memegang kakinya supaya tetap terangkat ke atas.

Di bawah derasnya air shower, kami saling menikmati pergumulan ini. Aku bisa merasakan kenikmatan yang tak terbayangkan di setiap goyangan pantatku menggenjot memeknya. Aku tak pernah membayangkan bisa mengentot mbak Lastri, istri dari pak Tito disaat suaminya itu tidak ada dirumah. Apalagi saat ini tubuh mbak Lastri yang seksi dan montok yang benar-benar mengundang syahwatku. Rasanya aku seperti sedang mencuri mangga tetangga yang sudah masak, padahal tetanggaku sudah sejak lama menunggu masaknya lebih dulu daripada aku. Aku merasa bersalah, tapi entah kenapa itu semakin membuatku bergairah. Kontolku lagi-lagi makin mengeras dan membesar.

"Ach! Anton~ kontolmu benar-benar mantap! Bisa jadi segede ini lagi meski sudah keluar dua kali. Aachh~ ach~"

Meski air shower dingin saat itu, tapi rasanya tubuh kami terasa semakin panas. Seandainya tidak sedang mandi, pasti tubuh kami akan basah oleh keringat kami masing-masing saat ini.

Aku berinisiatif mematikan shower lalu mengambil sabun, kemudian aku menyabuni tubuh mbak Lastri. Tapi gerakannya bukan berniat untuk membersihkan tubuhnya, melainkan untuk bermain dengan tubuh seksi montok itu. Aku menggosok dan meremas payudara bersabun itu, sambil tanganku yang sebelah lagi bermain dengan perutnya yang sedikit agak berlipat itu walau tidak bisa disebut gemuk juga sebenarnya. Begitu pula dengan mbak Lastri yang juga mulai menyabuni tubuhku.

Setelah bagian depan selesai tersabuni, mbak Lastri tampak membalikan tubuhnya dan membungkuk berpegangan ke dinding. Aku pun menggenjot tubuhnya dari belakang sambil menyabuni punggungnya.

Pemandangan disini sangat indah, tubuhnya terlihat sangat seksi dalam posisi doggy style. Apalagi saat ini aku sedang menyabuni pantatnya yang besar dan empuk. Aku memainkan buah pantatnya dengan penuh gairah sambil terus menggenjotnya. Hantaman selangkanganku dengan kulit pantatnya terasa menakjubkan karena empuknya. Suara hantamannya terdengar seperti suara tepukan tangan, bersahutan dengan suara becek yang erotis.

Tanganku kembali kuarahkanke payudara mbak Lastri yang menggantung. Aku meremas dan memainkannya dari belakang. Badan kami yang dilumuri sabun terasa licin-licin nikmat ketika saling bergesekan. Apalagi sensasi tanganku yang meremas payudaranya yang juga licin oleh sabun, membuatku semakin mempercepat genjotanku.

"Ach~ terus~ ngentot bareng kamu benar-benar bahaya~ bisa-bisa mbak tidak ingat lagi rasanya ngentot bareng suami mbak~ genjot terus Anton~ genjot terus~"

Ricauan dan lenguhan mbak Lastri semakin membuatku terangsang. Aku pun makin ganas menggenjot memeknya. Aku menghujamkan kontolku dalam-dalam ke memeknya.

"Ah ya disitu Anton~ aaaacchh~"

Aku sudah merasa mencapai batasku lagi. Ini adalah klimaks ku yang ketiga. Klimaks yang terhebat jika dibanding dengan dua lainnya. Karena saat ini aku kembali menyemprotkan spermaku ke dalam rahimnya. Aku merasa yang keluar sangat banyak meski sudah 3 kali keluar. Dan aku merasakan di kontolku kalau ada beberapa yang meluber keluar dari rahimnya karena saat ini aku bisa merasakan kesan hangat aneh di kepala kontolku.

Setelah itu aku tidak buru-buru mencabut kontolku dan membiarkannya di dalam memek hangat mbak Lastri beberapa saat. Dan mbak Lastri juga tak terlihat ingin melepaskan kontolku begitu saja. Karena saat ini aku merasakan kalau dia menekankan pantatnya ke selangakanganku ketika ia menyalakan showernya lagi.

Entah berapa lama setelah itu, setelah membersihkan diri, aku baru mencabut kontolku yang memang sudah melemas.

Aku keluar dari kamar mandi dan mulai berpakaian. Kulihat mbak Lastri memakai piyama nya dan menuju ke tempat tidurnya. Dia mengambil ponselnya dan menelepon seseorang.

"Halo? Pah? Iya mama sudah kok, jadi papa jangan murung lagi ya. Ya, papa juga hati-hati ya. Jangan sampai terulang lagi lho, awas!"

Sepertinya mbak Lastri sedang menelepon suaminya. Mungkin dia ingin menenangkan suaminya yang merasa bersalah karena mesti lembur saat istrinya merasa sakit. Tapi entahlah, itu hanya dugaanku. Dan aku lega karena nampaknya mbak Lastri tidak melaporkan yang kami perbuat di belakang suaminya.

Setelah itu aku pun pamit pulang. Ketika keluar rumah aku sadar kalau itu ternyata sudah malam hari. Mudah-mudahan istriku tidak ngambek karena aku pulang telat.

Sesampainya di rumah, aku melihat istriku sedang duduk menonton TV.

"Oh sayang, kamu sudah pulang ya. Kemana aja?"
"A-aku mengantarkan titipan pak Tito ke rumahnya."
"Ternyata beneran ke rumahnya pak Tito ya."
"Hah?"
"Tidak bukan apa-apa. Kamu tahu? Tadi Jaka kemari, untuk mengantarkan uang pinjaman katanya. Apa itu benar?"
"Ya, memangnya kenapa?"
"Tidak apa-apa sih, tapi aku kurang suka padanya. Kalau bisa jangan sampai dia kemari lagi."
"Lah memang ke- tunggu, apa itu di pipimu?"

Istriku sedikit terkejut, dan mulai meraba pipinya sampai menemukan yang aku maksud.

"O-oh ini madu."
"Madu?"

Aku melirik ke arah meja, dan memang disana ada sebotol madu.

"Aku tak menyangka kamu menyukai madu" lanjutku.
"Ya soalnya memang baru kali ini aku menikma-.. mengonsumsinya. Soalnya katanya madu bagus untuk kesuburan."
"Begitukah? Tapi nampaknya kamu jadi doyan ya. Sampai habis lebih dari setengah botol gitu."

Entah kenapa istriku langsung melotot padaku.

"Ke-kenapa?" tanyaku.
"Perkataanmu itu mirip sekali dengannya dan itu membuatku kesal!"
"Hah? Oohh.. maksudnya Jaka. Jadi dia yang membawakan ini? Ternyata dia perhatian juga ya."

Mawar semakin melotot lebih tajam dari sebelumnya.

"A-ada apa!?"
"Bukan apa-apa!" tegasnya dengan nada judes membuang muka dariku.

Dia kesal padaku tanpa alasan yang jelas. Tapi karena aku sudah sangat lelah, aku tak menanggapinya dan langsung menuju ke kamarku untuk tidur. Kuharap bisa cepat-cepat minggu depan!

<<Bersambung>>



Ring ring